Resume ke : 18
Gelombang : 29
Tanggal : 4 Agustus
2023
Tema : Diksi Sebagai
Seni Berbahasa
Narasumber : Maesaroh,
M.Pd
“Sadarlah, aku telah mencintaimu dengan
terengah-engah. Mencibir oksigen dengan menjadikanmu satu-satunya udara yang
boleh mengisi setiap rongga”. Demikian kalimat pembuka bernada puitis yang disampaikan narasumber Ibu
Widya Setianingsih, S.Ag pada pembukaan pertemuan malam hari ini. Pertemuan
malam hari ini mengangkat tema Diksi Sebagai Seni Berbahasa.
Narasumber
beliau ibu Maesaroh, M.Pd. Maesaroh, M.Pd adalah seorang pendidik yang mengajar
di SMPN 1 Lebakgedong, Kabupaten Lebak, Banten. Ia lahir di Lebak pada 26
November 1989. Pendidikan awalnya dilakukan di MI Al-Hidayah Cinyiru pada tahun
1996, kemudian ia melanjutkan studi di SMP Negeri 1 Cipanas. Jenjang pendidikan
menengahnya dijalani di SMA Negeri 1 Cipanas, dan ia berhasil menyelesaikannya
pada tahun 2008. Setelah itu, Maesaroh melanjutkan pendidikan tinggi di STKIP
Setiabudhi Rangkasbitung, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, dengan fokus
pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris. Pada tahun 2013, ia berhasil
meraih gelar sarjana setelah menyelesaikan studi S-1.
Selanjutnya,
ia melanjutkan studi pascasarjana di Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, di
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa
Inggris pada tahun 2018. Ia berhasil menyelesaikan program tersebut dan
berhasil meraih gelar Magister Pendidikan Bahasa Inggris pada tahun 2020.
Beliau juga banyak menulis buku solo dan buku antologi serta banyak karya di
dunia tulis menulis.
Entah
mengapa aku merasa malam pertemuan malam hari ini terasa lebih puitis dan
romantis. Mungkin ini semua terkait tema dan materi yang akan disampaikan yaitu
tengan Diksi sebagai seni berbahasa. Tetapi dalam menyusun tugas resume ini aku
tidak terlalu banyak menggunakan kata-kata bermakna kias. Lebih pada maksud
agar pembaca dapat dengan mudah memahami apa yang tertulis di sini.
Pengertian Diksi
Diksi
berasal dari kata dalam bahasa Latin yang disebut dictionem. Kemudian, kata
tersebut diadopsi dalam bahasa Inggris menjadi diction. Istilah ini mengacu
pada pemilihan kata-kata. Dalam konteks ini, pemilihan kata-kata untuk
mengekspresikan sesuatu dengan cara yang khas. Hasilnya, tulisan tersebut
memiliki ruh dan identitas yang kuat, mampu mengetarkan atau mempermainkan
pembacanya.
Sejarah Diksi
Dalam
catatan sejarah bahasa, Aristoteles, seorang filsuf dan ilmuwan Yunani, adalah
tokoh yang memperkenalkan konsep diksi sebagai alat untuk menciptakan tulisan
yang indah dan substansial. Dia mengembangkan ide ini dengan menyebutnya
sebagai diksi puitis, yang ia dokumentasikan dalam karyanya yang dikenal
sebagai Poetics. Konsep ini menyatakan bahwa untuk menghasilkan tulisan yang
indah, terutama dalam puisi, seseorang harus memiliki kekayaan kata-kata yang
melimpah: diksi puitis. Pemikiran ini kemudian dikembangkan lebih lanjut,
menunjukkan bahwa diksi tidak hanya penting bagi penyair dalam menulis puisi,
tetapi juga bagi para penulis sastra yang berkarya dalam berbagai genre prosa.
William Shakespeare terkenal sebagai seorang penulis yang sangat ahli dalam menghadirkan diksi melalui skenario drama. Ia berperan sebagai mentor ulung bagi semua yang tertarik untuk menyusun karya-karya yang menggabungkan romantisme dan tragedi. Penggunaan diksi oleh Shakespeare memiliki relevansi yang tinggi dalam menulis karya-karya yang mencakup aspek realitas dan metafora. Cara penyajiannya sangat berkomunikasi, dan tidak pernah kehilangan daya tariknya meskipun telah berlalu banyak waktu.
Pentingnya Diksi Dalam Seni Berbahasa
Pilihan
kata atau diksi sangatlah penting dalam konteks berbahasa. Sebuah karya akan
bernilai luar biasa jika ia menggunakan diksi yang menarik. Diksi merupakan
bagian dari seni berbahasa. Diksi adalah pelengkap suatu karya sastra. Dan
patut dijaga agar tidak tergilas oleh bahasa slanky. Bahasa slanky (juga sering
disebut sebagai "slang" atau "bahasa gaul") adalah jenis
bahasa yang digunakan dalam lingkungan informal atau dalam kelompok-kelompok
tertentu untuk tujuan ekspresi, identifikasi kelompok, atau untuk menciptakan
rasa solidaritas di antara anggotanya. Bahasa ini sering kali berisi kata-kata,
frasa, atau istilah-istilah yang tidak umum atau berbeda dari penggunaan resmi
dalam bahasa yang lebih formal. Diksi bukanlah gaya bahasa, tetapi sebuah
padanan kata yang bertujuan untuk memberi kesan menarik hingga mampu
memikat hati pembaca. Diksi diperlukan untuk menjaga seni berbahasa
nan indah.
Cara-Cara Menulis Kalimat Dengan Diksi Yang
Menarik
Terdapat
5 (lima) cara jitu dalam mengembangkan diksi yang menarik :
1. Sense of Touch adalah menulis dengan melibatkan indera
peraba. indra peraba dapat digunakan untuk memperinci dengan apik tekstur
permukaan benda, atau apapun. Penggunaan indra peraba ini sangat cocok untuk
menggambarkan detail suatu permukaan, gesekan, tentang apa yg kita rasakan pada
kulit. Aplikasi indra peraba ini juga sangat tepat digunakan untuk
menggambarkan sesuatu yang tidak terlihat, seperti angin misalnya. Atau, cocok
juga diterapkan untuk sesuatu yang kita rasakan dengan menyentuhnya, atau tidak
dengan menyentuhnya.
Contoh :
2. Sense of Smell adalah menulis dengan melibatkan indra penciuman hal ini akan membuat tulisan kita lebih beraroma. Tehnik ini akan lebih dahsyat jika dipadukan dengan indra penglihatan.
Contoh: “Di kepalaku wajahmu masih menjadi prasasti, dan aroma badanmu selalu ku gantungkan dilangit harapan”.
3. Sense of Taste adalah menulis dengan melibatkan indra perasa. Merasakan setiap energi yang ada di sekitar kita. Penggunaan indra perasa sangat ampuh untuk menggambarkan rasa suatu makanan, atau sesuatu yg tercecap di lidah.
Contoh: “Remah-remah kata terucap semanis karamel, Arsenik bual manja layaknya cuka apel. Meski diam terbungkam tetap asam dan asin bak menelan Botulinum Toxin.”
4. Sense of Sight adalah menulis dengan melibatkan indra penglihatan memiliki Prinsip “show, don’t tell". Selalu ingat, dalam menulis, cobalah menunjukkan kepada pembaca (dan tidak sekadar menceritakan semata). Buatlah pembaca seolah-olah bisa “melihat” apa yang tengah kita ceritakan. Buat mereka seolah bisa menonton dan membayangkannya. Prinsip utama dan manjur dalam hal ini adalah detail. Tulislah apa warnanya, bagaimana bentuknya, ukurannya, umurnya, kondisinya.
Contoh :
“Derit daun pintu mencekik udara di tengah keheningan, membuatku tersadar jika kamu pernah kutinggali sebagai pijar luka yang menganga.”
5. Sense of hearing adalah menulis dengan melibatkan energi yang kita dengar. Begitu banyak suara di sekitar kita. Belajarlah untuk menangkapnya. Bagaimana? Dengarlah, lalu tuliskan. Mungkin, inilah sebab mengapa banyak penulis sukses yang kadang menanti hening untuk menulis. Bisa jadi mereka ingin menyimak suara-suara. Sebuah tulisan yang ditulis dengan indra pendengaran akan terasa lebih berbunyi, lebih bersuara. Selain itu, penulis juga bisa berkreasi dengan membuat hal-hal yang biasanya tak terdengar menjadi terdengar.
Contoh :
Memulai
proses menulis seringkali menjadi tantangan terbesar, terutama saat kita harus
merangkai kata-kata pertama dalam sebuah paragraf. Namun, untuk mengatasi
kesulitan ini, kita bisa merapikan dengan melibatkan lima indera yang ada dalam
tubuh kita. Narusumber meminta para peserta untuk menulis apapun yang ada dan
dilihat di sekitar dalam satu paragraf. Berikut tulisanku :
“Pikir dan anganku membumbung tinggi diangkasa.
Diombang-ambingkan badai tak jarang ditampar oleh sang guntur. Tatkala
sapi-sapi itu bebas berkeliaran memamah biak kemana-mana. Tangan dan kakiku
masih diborgol oleh pikiranku sendiri. Jiwaku dikrangkeng dalam oleh dunia yang
penuh sesak dengan topeng dan sandiwara. Sampai kapan kiranya hati dijajah oleh
situasi? Situasi batin yang penuh onak dan duri. Adakah jawabnya, saat aku
bertanya, apakah itu kemerdekaan?apa itu kebebasan?”.
Pertemuan
malam hari ini diakhiri dengan sesi tanya jawab. Narsumber dan moderator yang
membawa suasana malam hari ini cukup puitis serta romatis. Mirip orang yang
tengah dimabuk asmara pada sang pujaan hatinya. Terimakasih, tetap sehat tetap
semangat dan jang lupa bahagia. Salam literasi….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar