Minggu, 06 Agustus 2023

Seni Berbahasa Melalui Diksi

Resume ke : 18

Gelombang : 29

Tanggal : 4 Agustus 2023

Tema : Diksi Sebagai Seni Berbahasa

Narasumber : Maesaroh, M.Pd

Moderator : Widya Setianingsih, S.Ag


“Sadarlah, aku telah mencintaimu dengan terengah-engah. Mencibir oksigen dengan menjadikanmu satu-satunya udara yang boleh mengisi setiap rongga”. Demikian kalimat pembuka bernada puitis yang disampaikan narasumber Ibu Widya Setianingsih, S.Ag pada pembukaan pertemuan malam hari ini. Pertemuan malam hari ini mengangkat tema Diksi Sebagai Seni Berbahasa.

Narasumber beliau ibu Maesaroh, M.Pd. Maesaroh, M.Pd adalah seorang pendidik yang mengajar di SMPN 1 Lebakgedong, Kabupaten Lebak, Banten. Ia lahir di Lebak pada 26 November 1989. Pendidikan awalnya dilakukan di MI Al-Hidayah Cinyiru pada tahun 1996, kemudian ia melanjutkan studi di SMP Negeri 1 Cipanas. Jenjang pendidikan menengahnya dijalani di SMA Negeri 1 Cipanas, dan ia berhasil menyelesaikannya pada tahun 2008. Setelah itu, Maesaroh melanjutkan pendidikan tinggi di STKIP Setiabudhi Rangkasbitung, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, dengan fokus pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris. Pada tahun 2013, ia berhasil meraih gelar sarjana setelah menyelesaikan studi S-1.

Selanjutnya, ia melanjutkan studi pascasarjana di Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris pada tahun 2018. Ia berhasil menyelesaikan program tersebut dan berhasil meraih gelar Magister Pendidikan Bahasa Inggris pada tahun 2020. Beliau juga banyak menulis buku solo dan buku antologi serta banyak karya di dunia tulis menulis.

Entah mengapa aku merasa malam pertemuan malam hari ini terasa lebih puitis dan romantis. Mungkin ini semua terkait tema dan materi yang akan disampaikan yaitu tengan Diksi sebagai seni berbahasa. Tetapi dalam menyusun tugas resume ini aku tidak terlalu banyak menggunakan kata-kata bermakna kias. Lebih pada maksud agar pembaca dapat dengan mudah memahami apa yang tertulis di sini.

Pengertian Diksi

Diksi berasal dari kata dalam bahasa Latin yang disebut dictionem. Kemudian, kata tersebut diadopsi dalam bahasa Inggris menjadi diction. Istilah ini mengacu pada pemilihan kata-kata. Dalam konteks ini, pemilihan kata-kata untuk mengekspresikan sesuatu dengan cara yang khas. Hasilnya, tulisan tersebut memiliki ruh dan identitas yang kuat, mampu mengetarkan atau mempermainkan pembacanya.

Sejarah Diksi

Dalam catatan sejarah bahasa, Aristoteles, seorang filsuf dan ilmuwan Yunani, adalah tokoh yang memperkenalkan konsep diksi sebagai alat untuk menciptakan tulisan yang indah dan substansial. Dia mengembangkan ide ini dengan menyebutnya sebagai diksi puitis, yang ia dokumentasikan dalam karyanya yang dikenal sebagai Poetics. Konsep ini menyatakan bahwa untuk menghasilkan tulisan yang indah, terutama dalam puisi, seseorang harus memiliki kekayaan kata-kata yang melimpah: diksi puitis. Pemikiran ini kemudian dikembangkan lebih lanjut, menunjukkan bahwa diksi tidak hanya penting bagi penyair dalam menulis puisi, tetapi juga bagi para penulis sastra yang berkarya dalam berbagai genre prosa.

William Shakespeare terkenal sebagai seorang penulis yang sangat ahli dalam menghadirkan diksi melalui skenario drama. Ia berperan sebagai mentor ulung bagi semua yang tertarik untuk menyusun karya-karya yang menggabungkan romantisme dan tragedi. Penggunaan diksi oleh Shakespeare memiliki relevansi yang tinggi dalam menulis karya-karya yang mencakup aspek realitas dan metafora. Cara penyajiannya sangat berkomunikasi, dan tidak pernah kehilangan daya tariknya meskipun telah berlalu banyak waktu.


Pentingnya Diksi Dalam Seni Berbahasa

Pilihan kata atau diksi sangatlah penting dalam konteks berbahasa. Sebuah karya akan bernilai luar biasa jika ia menggunakan diksi yang menarik. Diksi merupakan bagian dari seni berbahasa. Diksi adalah pelengkap suatu karya sastra. Dan patut dijaga agar tidak tergilas oleh bahasa slanky. Bahasa slanky (juga sering disebut sebagai "slang" atau "bahasa gaul") adalah jenis bahasa yang digunakan dalam lingkungan informal atau dalam kelompok-kelompok tertentu untuk tujuan ekspresi, identifikasi kelompok, atau untuk menciptakan rasa solidaritas di antara anggotanya. Bahasa ini sering kali berisi kata-kata, frasa, atau istilah-istilah yang tidak umum atau berbeda dari penggunaan resmi dalam bahasa yang lebih formal. Diksi bukanlah gaya bahasa, tetapi sebuah padanan kata yang bertujuan untuk memberi kesan menarik hingga mampu memikat hati pembaca. Diksi diperlukan untuk menjaga seni berbahasa nan indah.

Cara-Cara Menulis Kalimat Dengan Diksi Yang Menarik

Terdapat 5 (lima) cara jitu dalam mengembangkan diksi yang menarik :

1. Sense of Touch adalah menulis dengan melibatkan indera peraba. indra peraba dapat digunakan untuk memperinci dengan apik tekstur permukaan benda, atau apapun. Penggunaan indra peraba ini sangat cocok untuk menggambarkan detail suatu permukaan, gesekan, tentang apa yg kita rasakan pada kulit. Aplikasi indra peraba ini juga sangat tepat digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang tidak terlihat, seperti angin misalnya. Atau, cocok juga diterapkan untuk sesuatu yang kita rasakan dengan menyentuhnya, atau tidak dengan menyentuhnya.

Contoh :

“Pada pori-pori angin yang dingin, aku pernah mengeja rindu yang datang tanpa permisi”.

2. Sense of Smell adalah menulis dengan melibatkan indra penciuman hal ini akan membuat tulisan kita lebih beraroma. Tehnik ini akan lebih dahsyat jika dipadukan dengan indra penglihatan.

Contoh: “Di kepalaku wajahmu masih menjadi prasasti, dan aroma badanmu selalu ku gantungkan dilangit harapan”.


3. Sense of Taste adalah menulis dengan melibatkan indra perasa. Merasakan setiap energi yang ada di sekitar kita. Penggunaan indra perasa sangat ampuh untuk menggambarkan rasa suatu makanan, atau sesuatu yg tercecap di lidah.

Contoh: “Remah-remah kata terucap semanis karamel, Arsenik bual manja layaknya cuka apel. Meski diam terbungkam tetap asam dan asin bak menelan Botulinum Toxin.”


4. Sense of Sight adalah menulis dengan melibatkan indra penglihatan memiliki Prinsip “show, don’t tell". Selalu ingat, dalam menulis, cobalah menunjukkan kepada pembaca (dan tidak sekadar menceritakan semata). Buatlah pembaca seolah-olah bisa “melihat” apa yang tengah kita ceritakan. Buat mereka seolah bisa menonton dan membayangkannya. Prinsip utama dan manjur dalam hal ini adalah detail. Tulislah apa warnanya, bagaimana bentuknya, ukurannya, umurnya, kondisinya.

Contoh :

“Derit daun pintu mencekik udara di tengah keheningan, membuatku tersadar jika kamu pernah kutinggali sebagai pijar luka yang menganga.”


5. Sense of hearing adalah menulis dengan melibatkan energi yang kita dengar. Begitu banyak suara di sekitar kita. Belajarlah untuk menangkapnya. Bagaimana? Dengarlah, lalu tuliskan. Mungkin, inilah sebab mengapa banyak penulis sukses yang kadang menanti hening untuk menulis. Bisa jadi mereka ingin menyimak suara-suara. Sebuah tulisan yang ditulis dengan indra pendengaran akan terasa lebih berbunyi, lebih bersuara. Selain itu, penulis juga bisa berkreasi dengan membuat hal-hal yang biasanya tak terdengar menjadi terdengar.

Contoh :

“Aku padamu seperti angin yang berlalu begitu saja, kini yang kupunya hanya melupa atas lara dari sajak jingga yang cedera.”

Memulai proses menulis seringkali menjadi tantangan terbesar, terutama saat kita harus merangkai kata-kata pertama dalam sebuah paragraf. Namun, untuk mengatasi kesulitan ini, kita bisa merapikan dengan melibatkan lima indera yang ada dalam tubuh kita. Narusumber meminta para peserta untuk menulis apapun yang ada dan dilihat di sekitar dalam satu paragraf. Berikut tulisanku :

“Pikir dan anganku membumbung tinggi diangkasa. Diombang-ambingkan badai tak jarang ditampar oleh sang guntur. Tatkala sapi-sapi itu bebas berkeliaran memamah biak kemana-mana. Tangan dan kakiku masih diborgol oleh pikiranku sendiri. Jiwaku dikrangkeng dalam oleh dunia yang penuh sesak dengan topeng dan sandiwara. Sampai kapan kiranya hati dijajah oleh situasi? Situasi batin yang penuh onak dan duri. Adakah jawabnya, saat aku bertanya, apakah itu kemerdekaan?apa itu kebebasan?”.

Pertemuan malam hari ini diakhiri dengan sesi tanya jawab. Narsumber dan moderator yang membawa suasana malam hari ini cukup puitis serta romatis. Mirip orang yang tengah dimabuk asmara pada sang pujaan hatinya. Terimakasih, tetap sehat tetap semangat dan jang lupa bahagia. Salam literasi….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar